Rabu, 27 Juli 2016

H. Sarjani Abdullah, Tinjau Masyarakat sebagai bentuk Tanggung Jawab pada akhir-akhir Kepemimpinannya


INDRAJAYA - Kondisi keluarga miskin di Aceh umumnya dan di Kabupaten Pidie khususnya tidak lepas dari konflik berkepanjangan dan musibah besar Tsunami, serta minimnya SDM yang dimiliki oleh masyarakat sehingga sulit bergerak dalam peningkatan ekonomi. Akan tetapi paska perdamaian pemerintah kabupaten pidie priode kepemimpinan H. Sarjani Abdullah dan M. Iriawan, SE, mampu mengenjot persentase kemiskinan, walau tidak spenuhnya sebagaimana yang diharapkan, dan tetap akan melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir kemiskinan di Kabupaten Pidie.

Menjelang berakhirnya Kepemimpinan H. Sarjani Abdullah dan M. Iriawan, SE. Sebagai bentuk tanggung jawab dan kecintaannya pada rakyat, beliau melakukan kunjungan-kunjungan atau blususkan ke beberapa kampung untuk mengetahui kondisi masyarakat.

H. Sarjani Abdullah yang sering di sapa Abu Sarjani pada hari senin, 25 Juli 2016  melakukan kunjungan ke Gampong Tengoh Suwiek, Kecamatan Indra Jaya, Kabupaten Pidie ke rumah Lisdiani Samin (42) salah satu warga miskin yang memiliki empat orang anak, sedangkan suaminya sudah lama tidak pulang ke rumah, Lisdiani memiliki empat orang anak yaitu Riska (22), Mutia (17), Yeni (12) dan Aditya (6), yang masih menimba ilmu pendidikan.

Rasa haru bercampur bahagia terpancar dari raut wajahnya saat Bupati Pidie H. Sarjani Abdullah menyambangi rumahnya. Saat sampainya Bupati Pidie H. Sarjani Abdullah ke kediaman atau rumah milik Lisdiani, Bupati Sarjani terpancar kesedihan dari raut mukanya dilihatnya rumah kayu yang telah tua dan bolong atapnya yang sudah hancur dengan spontan beliau berkata pada timnya “Rumah ini tak layak lagi dihuni”.

Melihat kedatangan orang nomor satu di Pidie ini Lisdiani seolah bagaikan dalam mimpi, dalam panjang lebar pembicaraan lisdiani menuturkan bahwa "Kami sangat mengharapkan dibangun rumah baru, karena kalau malam hujan turun kami harus menginap di rumah tetangga karena bocor masuk air hujan," sambil mengusap kedua wajahnya.

Dalam kunjungan itu, Bupati Pidie juga memberikan bantuan kepada Lisdiani sembako, jilbab, sajadah, dan uang tunai. "Ibu jangan lupa shalat jika nanti sudah dibangun rumah," ujar Bupati Pidie, H Sarjani Abdullah.


Bupati Pidie H Sarjani Abdullah, akan terus menerus melakukan blusukan, untuk melihat langsung kondisi masyarakatnya, hal ini sebagai bentuk tanggung jawab pada akhir-akhir kepemimpinannya.*JB*

Kamis, 14 Juli 2016

Pemerintah Kab. Pidie Lantik Sejumlah Pejabat Eselon II, III dan IV

Pidie- Pemerintah Kabupaten Pidie kembali melakukan perombahakan terhadap sejumlah pejabat. Mutasi pejabat dilingkungan Pemerintah Kabupaten Pidie yang digelar di Op-room Kantor Bupati Pidie, Rabu 29 Juni 2016, pukul 11.00 wib. Pengangkatan sumpah jabatan dan pelantikan dilakukan oleh Wakil Bupati Pidie, M.Iriawan, SE yang disaksikan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah atau sering disingkat dengan FORKOPIMDA dan puluhan pegawai Negeri Sipil di jajaran Pemkab Pidie.

 

Mutasi  merupakan dinamika organisasi, sarana penyegaran, dan menjadi kebutuhan dalam suatu organisasi, juga terkait dengan kompetensi teknis seseorang, agar tugas dan fungsi organisasi dapat berjalan dengan baik sehingga dapat menciptakan Pemerintahan yang Good Governence, maka dalam menempati jabatan apapun, yang harus dipahami adalah suatu kesempatan untuk melakukan lompatan kinerja melalui inovasi guna pengabdian yang lebih baik, kepada Pemerintah, khususnya Pemerintahan Kabupaten Pidie.

 

Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan berdasarkan surat keputusan Bupati Pidie bernomor Peg.800/186 Tahun 2016. Tentang pengangkatan pejabat struktural dilingkungan pemerintahan kabupaten pidie. Bupati Pidie H. Sarjani Abdullah, melakukan perombakan kabinet kerja di jajaran pemerintahannya. Puluhan pejabat Eselon IV, III dan beberapa pejabat Esolon II.

 

Pengambilan dilakukan oleh Wakil Bupati Pidie dan dalam kesempatan itu Wakil Bupati H. M.Iriawan mengatakan, pengambilan sumpah jabatan yang dilaksanakan pada hari ini untuk melakukan promosi dan rotasi bagi pejabat struktural di pemkab pidie serta mengucapkan selamat kepada pejabat dan pelaksana yang dimutasi ke tempat tugas baru. Ia berharap pejabat dan pegawai yang dimutasi tetap bekerja dengan disiplin dan bersemangat agar dapat berkontribusi maksimal kepada organisasi khususnya dan pelayanan di kabupaten Pidie secara Umum.

 

Dalam menyukseskan segala program, diperlukan kesungguhan itikad baik, kerja keras, kerja cerdas, serta kerja ikhlas dengan semangat harmoni dalam gerak dan langkah. Tingkatkan terus pelayanan publik dengan sebaik-baiknya tanpa pungli dan diskriminasi, tetap berintegritas dengan hasil yang berkualitas, tumbuhkan kepercayaan masyarakat agar tercipta apresiasi positif serta tulus dan bukan basa basi, ujar Iriawan Ia juga berharap para pejabat yang baru agar selalu  mampu meujudkan penyelenggara pemerintah yang efektif dan efisian dan bermartabat sehingga melahirkan pelayanan yang baik dan Good Governance.*JB*


Kamis, 07 Juli 2016

KLIKKK !

Karya Musmarwan Abdullah
MALAM  kian larut. Kau log out dari Facebook, memadamkam laptop, meninggalkan meja baca, menuju ke ranjang, dan terlentang dengan mata menerawang ke langit-langit kamar. Sebelum pulas, dengan lengan menyilang di dahi, kau berpikir, “Besok pagi tentu aku akan terbangun. Begitu sempitnya masa untuk tidur. Seandainya aku tertidur lima ratus tahun, apakah ketika terbangun aku masih bisa membuka Facebook? Apakah ketika itu Facebook masih ada? Apakah saat itu aku masih bisa membaca status-status yang pernah ku-update?”
Akhirnya kau terlelap. Pagi datang. Dan kau masih terlelap. Siang berlalu. Kau masih tidur. Sore berlalu dan malam pun datang lagi. Kau masih terlelap. Posisi tidurmu pun berubah, tidur menyamping. Pagi keesokannya datang lagi, namun kau masih juga tidur pulas. Kini setahun sudah berlalu, kau masih tetap nyenyak; hanya posisi tidur yang berubah-ubah, sekali menyamping ke sebelah sana, lain kali menyamping ke sebelah sini.
Seratus tahun berlalu. Kau masih tertidur. Kini tiga ratus tahun sudah berlalu. Kau masih tetap nyenyak. Sekarang genap lima ratus tahun sudah berlalu. Dan keesokan paginya, pada hari kelima ratus satu, kau pun terjaga. Kau menatap langit-langit kamar: penuh sarang laba-laba. Kau menatap dinding-dinding kamar: semua warna cat dan semen sudah kusam. Kau memasang telinga, mencoba mendengar suara-suara riuhnya anak-anak tetangga seperti pagi-pagi biasa. Namun senyap. Hening. Hanya ada suara-suara burung yang berkicau bagai di pasar burung.
Kau bangkit dari ranjang, berjalan ke luar rumah. “Oh, Tuhan,” desahmu dengan mulut ternganga. Dunia sudah dipadati semak-belukar dan pohon-pohon besar dan tinggi. Binatang-binatang beragam jenis bersiliweran. Burung-burung bertebangan beraneka warna. Rumah-rumah tetangga, kiri-kanan, sudah tiada; hanya menyisakan pertapakan. Dan kau berjalan, berjalan, dan terus berjalan, namun tak kautemui seorang manusia pun. Tak kautemui sebuah mobil pun di jalan yang sudah dipenuhi ilalang, semak dan pohon-pohon. Dunia tanpa manusia. Kau tak tahu bagaimana memahami semua ini. Benar-benar tak ada lagi manusia seorang pun di dunia.
Kau kembali ke rumah dan masuk ke kamar. Di atas meja, laptop masih terbuka, dilapisi debu tebal. Kauhapus debu dari monitor dan keyboardnya. Kaucoba menekan tombol powernya. Blaaa! Laptop menyala. Kaucoba mengakses internetnya. Bisa! Kaucoba membuka akun Facebookmu. Bla! Bisa! “Wow! Luar biasa! Semarak sekali kehidupan di dalam Facebook!” batinmu dengan perasaan girang. Dan ketika kau asyik membuka-buka beranda, wall dan pesan-pesan di inbox, blakkk! Sebuah tulisan muncul menutupi seluruh halaman Facebook. Bunyinya, “Mau meneruskan? Klik di sini!” “Wah! Apaan ini? Dulu tak ada yang begini.” Tapi, karena penasaran, kau mengklik. Klikkk!
Tiba-tiba segenap halaman monitor mengeluarkan cahaya yang sangat benderang hingga matamu silau. Terasa sinar cahaya itu melingkupi seluruh tubuhmu, dan terasa olehmu sinar itu bekerja demikian cepat merubah subtansi tubuhmu, mengurainya, dan lebur menjadi elemen-elemen cahaya hingga kau kehilangan pengertian atas segala yang terjadi. Dunia terus berputar. Sementara kau tertidur dan tak sadarkan diri hingga tiba-tiba kau siuman dan mendapati dunia di sekelilingmu ramai sekali dengan orang-orang, tua-muda, lelaki-perempuan, semuanya tengah menjalani kehidupan yang bahagia.
“Di mana ini?” tanyamu pada orang pertama yang kaujumpai. “Maksud Anda?” perempuan itu balik bertanya. “Maksud saya, apa nama tempat ini, atau kota ini, atau kampung ini. Maksud saya, hmmm., apakah ini sebuah dunia? Maksud saya, aaaaa., kalau memang ini sebuah dunia, apa nama dunia ini?” demikian kau bertanya terbata-bata. “Maksud Anda, nama dunia ini?” perempuan cantik itu seperti tidak yakin pada pertanyaanmu. “Iya,” jawabmu. “Kok Anda tidak tahu?” dia bertanya keheranan dengan air muka makin manis. “Tolonglah, saya benar-benar serius dengan pertanyaan saya,” kau memelas. Lalu perempuan berambut ikal tergerai sepunggung itu menjawab, “Ini dunia maya.”
“Haaa?! Ha-ha-ha! Anda benar-benar gila, Nona! Eh, sori, maksud saya, itu benar-benar jawaban gila!” tergelak kau terpingkal-pingkal. “Maksud Anda, ini benar-benar dunia maya? Lalu apa nama kampung ini, atau kota ini, atau kawasan ini?”
“Ini kawasan Facebook,” jawabnya.
“Yang di sana itu?” tanyamu lagi, dan kau yakin, perempuan itu pasti akan menjawab “Kawasan Twitter”.
“Itu Kawasan Twitter,” jawabnya. “Nah, kan?” pikirmu. “Memang benar-benar gila jagat semesta ini. Bulsyittt!” sambung batinmu.
“Oya, bagaimana caranya kita kembali ke dunia nyata?” kau bertanya kesal.
“Untuk apa kembali ke dunia nyata,” kata dia. “Sunyi sekali sekarang di sana. Sudah tak ada orang pun. Lagi pula sekarang banyak sekali binatang buas di sana. Hutan di mana-mana.”
“Tidak, tidak, Nona! Aku mau kembali ke dunia nyata. Tolonglah, bagaimana caranya?”
“Tidak ada cara.”
“Kok?!”
“Apa kok-kok!”
“Tolonglah! Ini tidak mungkin! Ini kejam sekali. Masak tekhnologi begitu kakunya? Aku ingin kembali ke dunia nyata, tolonglah, Nona. Bagaimana caranya?”
“Pergilah ke kuburan Mark Zuckerberg. Tidur di samping kuburannya. Mintalah wangsit sama dia. Tiap orang akan mendapatkan kode yang berbeda, sama seperti password akun Facebook waktu di dunia nyata.”
Dan kau pun pergi ke kuburan Mark Elliot Zuckerberg. “Bulsyit itu orang! Ada-ada saja akalnya! Bikin dunia ini-lah, bikin dunia itu-lah! Mentang-mentang otaknya encer! Yaaaaaaah!” Kini kau tiba di kuburan Mark. Kau tidur satu malam di samping kuburannya agar mendapatkan wangsit. Dan malam itu kau bermimpi seakan-akan berbicara dengan si pencipta dunia maya Facebook itu. Dia bertitah, “Sujud di kuburanku tiga kali, lalu bilang ini: sa, dua, lhee, peut, limong, nam, tuuuuuuu-joeh! Nyang lakoe puwoe u binoe, nyang binoe puwoe bak lakoe. Nyang ka keunoe puwoe u nanggroe, nyang han eik theun sidroe puwoe bak sot keunoe.”
Dan kau pun terjaga. Keesokan paginya, kau bersujud tiga kali menyembah kuburan Mark Zuckerberg, lalu kau mengucapkan mantera yang diberikannya tadi malam dalam mimpi, “Sa, dua, lhee, peut, limong, nam, tuuuuuuu-joeh! Ureung lakoe puwoe bak binoe, nyang binoe puwoe bak lakoe. Nyang ka keunoe puwoe u nanggroe, nyang han eik theun sidroe puwoe bak sot keunoe.” Setelah itu kau menuggu. Penasaran. Menunggu lagi. Sudah agak lama. Tidak terjadi apa-apa, tidak terjadi perubahan apa-apa. Kau kesal. Menunggu. Menyumpahi Mark Zuckerberg sebagai manusia penemu dunia baru sekaligus beragam problem baru itu. Lalu malamnya kau datang lagi ke kuburannya. Tidur di situ. Lalu bermimpi. Dalam mimpi, Mark datang dengan senyumnya yang khas itu. Katanya, “Passwordnya salah. Salah di awal. Bukan “ureung lakoe”, tapi “nyang lakoe”. Ulangi besok pagi.”
Esok pagi kau kembali bersujud tiga kali menyembah kuburan Mark Elliot Zuckerberg, lalu kau mengucapkan mantera-password, “Sa, dua, lhee, peut, limong, nam, tuuuuuuu-joeh! Nyang lakoe puwoe u binoe, nyang binoe puwoe bak lakoe. Nyang ka keunoe puwoe u nanggroe, nyang han eik theun sidroe puwoe bak sot keunoe.” Dan, tiba-tiba, blaaaaaa! Kau kembali berada di halaman rumahmu di dunia nyata.
Namun, kini baru jelas kaurasa. Sunyi mendera. Sunyi menyiksa. Dunia tanpa ada lagi manusia. Dan serta-merta kau masuk ke kamarmu. Menekan tombol power pada laptopmu. Kau tak mungkin berlama-lama lagi di dunia nyata yang sunyi menekan begini. Kau ingin segera kembali ke dunia yang ramai. Tetapi, “Oh, Tuhan, baterai laptopku sudah habis!” Laptop tak mungkin menyala lagi. Sedangkan listrik di dunia ini sudah beratus-ratus tahun tak ada lagi. Mesin-mesin pembangkitnya pun sudah berkalang tanah.
“Oh, Tuhan, bagaimana caranya ini? Oh-oh-oh! Ya-ya-ya!” kau ingat. Kau masih punya baterai serap yang sering kaugunakan dulu dalam perjalanan. “Semoga dia masih ada di dalam laci meja ini.” Dan laci meja segera kaubuka. Wah! Kau menemukan baterai itu. Segera kaupasangkan pada laptop. “Semoga ia masih menyimpan arus barang sedikit.” Nah, sekarang power laptop kautekan. Blaaaaaaa! Laptop menyala. Kau mengakses internet. Membuka akun Facebook. Lalu keluar tulisan, “Mau meneruskan? Klik di sini!” Dan kau mengklik di situ. Klikkk!
 Kembang Tanjong, Januari 2014
* Musmarwan Abdullah, cerpenis

Selasa, 05 Juli 2016

Profil Teungku Hasan Muhammad di Tiro ~ Pendiri Perjuangan GAM~

Teungku Hasan Muhammad di Tiro (lahir di PidieAceh25 September 1925 – meninggal di Banda Aceh3 Juni 2010 pada umur 84 tahun) adalah seorang tokoh pendiri Gerakan Aceh Merdeka, sebuah gerakan yang berusaha memperjuangkan kemerdekaan Aceh dari Indonesia. Gerakan tersebut resmi berdamai lewat perjanjian Helsinki pada 2005 dan melucuti senjata mereka. Hasan dianggap "wali", karena dia adalah keturunan ketiga Tengku Chik Muhammad Saman di Tiro, pahlawan nasional Indonesia yang berperang melawan Belanda pada 1890an.

Berasal dari sebuah keluarga terpadang, dari desa Tiro di Kabupaten Pidie, di Tiro belajar di Yogyakarta dan melawan Belanda saat Revolusi Nasional Indonesia. Ia kemudian melanjutkan belajar di Amerika Serikat dan bekerja paruh waktu di Misi Indonesia untuk PBB. Saat belajar di New York pada 1953, ia mendeklarasikan dirinya sebagai "menteri luar negeri" untuk gerakan pemberontak Darul Islam, yang di Aceh dipimpin Daud Beureueh. Karena aksi ini, ia dicabut kewarganegaraan Indonesia, menyebabkan dia dipenjara di Penjara Ellis Island sebagai warga asing ilegal Pemberontakan Darul Islam di Aceh sendiri berakhir dengan perjanjian damai pada 1962. Dibawah perjanjian damai, Aceh diberikan status otonomi.

Di Tiro kembali muncul di Aceh pada tahun 1974, di mana ia mengajukan tawaran untuk kontrak pipa di pabrik gas baru Mobil Oil yang akan dibangun di daerah Lhokseumawe. Dia dikalahkan oleh Bechtel, dalam proses tender di mana di Tiro berpikir pemerintah pusat memiliki terlalu banyak kontrol terhadap gas di Aceh.[8] Ada klaim yang menyatakan bahwa, sebagai akibat dari kerugian dan kematian saudaranya karena apa yang ia dianggap sebagai kelalaian yang disengaja oleh dokter dari etnis Jawa, di Tiro mulai mengorganisir gerakan separatis menggunakan kenalan lamanya di Darul Islam.
Dia menyatakan organisasinya sebagai Front Pembebasan Nasional Aceh Sumatera, lebih dikenal sebagai Gerakan Aceh Merdeka pada tanggal 4 Desember 1976. Di antara tujuannya adalah kemerdekaan penuh Aceh dari Indonesia. Di Tiro memilih kemerdekaan sebagai salah satu tujuan GAM, bukan otonomi khusus daerah, karena fokus pada sejarah Aceh sebelum masa kolonial Belanda sebagai sebuah negara merdeka. GAM berbeda dari pemberontakan Darul Islam yang berusaha untuk menggulingkan ideologi Pancasila yang sekuler dan menciptakan negara Islam Indonesia berdasarkan syariah. Dalam "Deklarasi Kemerdekaan", ia mempertanyakan hak Indonesia untuk berdiri sebagai negara, karena pada asalnya itu adalah negara multi-budaya berdasarkan kekaisaran kolonial Belanda dan terdiri dari negara-negara sebelumnya yang terdiri atas banyak sekali etnis dengan sedikit kesamaan. Dengan demikian, di Tiro percaya bahwa rakyat Aceh harus memulihkan keadaan pra-kolonial Aceh sebagai negara merdeka dan harus terpisah dari negara Indonesia.
Karena fokus baru pada sejarah Aceh dan identitas etnik yang berbeda, beberapa kegiatan GAM melibatkan serangan terhadap paratransmigran, terutama mereka yang bekerja dengan tentara Indonesia, dalam upaya untuk mengembalikan tanah Aceh untuk masyarakat Aceh. Transmigran etnis Jawa di antara mereka yang paling sering menjadi target, karena banyak di antara mereka yang berhubungan dekat mereka dengan tentara Indonesia. Prinsip militer GAM, bagaimanapun, melibatkan serangan gerilya terhadap tentara dan polisi Indonesia.
Pada tahun 1977, setelah memimpin serangan GAM di mana salah satu insinyur Amerika Serikat tewas dan satu insinyur Amerika lain dan satu insinyur Korea Selatan terluka,[3][5] Hasan diburu oleh militer Indonesia. Ia ditembak di kaki dalam sebuah penyergapan militer, dan melarikan diri ke Malaysia.[5][10]
Dari tahun 1980, di Tiro tinggal di StockholmSwedia dan memiliki kewarganegaraan Swedia. Selama periode ini Zaini Abdullah, yang menjadi gubernur Aceh pada Juni 2012, adalah salah satu rekan Aceh terdekatnya di Swedia. Setelah tsunami pada bulan Desember 2004, GAM dan pemerintah Indonesia setuju untuk menandatangani perjanjian damai yang ditandatangani di HelsinkiFinlandia pada Agustus 2005. Menurut ketentuan perjanjian perdamaian, yang diterima oleh pimpinan politik GAM dan disahkan oleh di Tiro, Aceh mendapat status otonomi yang lebih besar. Tak lama setelah itu, sebuah Undang-Undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh disahkan oleh parlemen nasionaldi Jakarta untuk mendukung pelaksanaan perjanjian damai. Pada bulan Oktober 2008, setelah 30 tahun pengasingan, di Tiro kembali ke Aceh.
Selama konflik, pada tiga kesempatan terpisah pemerintah Indonesia keliru menyatakan bahwa Hasan di Tiro telah meningg
Pada 11 Oktober 2008, setelah 30 tahun, dia kembali ke Banda Aceh. Masalah kesehatannya membuatnya tak berperan aktif dalam percaturan politik Aceh selanjutnya. Dia kembali ke Swedia dua pekan berikutnya.
Setahun kemudian, ia kembali ke Aceh, dan bertahan di sana sampai kematiannya. Pada 2 Juni 2010, Hasan dianugerahi status warga negara oleh pemerintah Indonesia.. Hari berikutnya, ia wafat di rumah sakit di Banda Aceh

Menyembuhkan Sakit Gigi Tanpa Menggunakan Obat


Sakit gigi adalah rasa nyeri yang terjadi pada daerah sekitar gigi dan rahang akibat adanya kerusakan yang disebabkan oleh beberapa hal. Menurut ahli, sakit gigi adalah salah satu gejala ringan dari penyakit jantung dan stroke. Oleh karena itu, Anda harus sedikit waspada jika sekarang mengalami masalah ini.

Sakit pada gigi membuat penderita tidak nyenyak tidur dan berefek pada kepala pusing, mudah marah akibat situasi sekitar yang gaduh, dan tidak bisa mempusatkan perhatian pada satu tujuan. Dalam banyak kasus, sakit gigi disebabkan oleh kerusakan gigi, bisa keretakan, kekeroposan, atau penyakit gusi.

15 Obat Herbal Sakit Gigi Paling Ampuh dan Mudah untuk di Olah

Sakit gigi memang bukan suatu hal yang aneh. Gangguan kesehatan ini bisa menyerang siapa saja, mulai dari kalangan remaja, anak-anak, maupun orang dewasa. Dapat dikatakan bahwa hampir semua orang pernah mengalami masalah ini. Menggunakan obat tradisional sakit gigi saat ini lebih populer karena dinilai lebih aman, meskipun banyak obat sakit gigi beredar di pasaran. Sakit gigi tentunya sangat mengganggu, bukan? Oleh sebab itu, menjaga kesehatan gigi sejak dini dan memeriksakan gigi secara teratur akan membantu anda menghindari kondisi ini.

Negara kita amat kaya dengan bahan-bahan yang bisa dijadikan sebagai ramuan tradisional sakit gigi. Oleh sebab itu, anda tidak akan kesulitan mendapatkannya, karena bahkan tersedia di rumah anda setiap hari. Berikut adalah beberapa tanaman obat yang biasa dimanfaatkan untuk mengatasi sakit gigi: Sakit gigi adalah rasa nyeri yang terjadi pada daerah sekitar gigi dan rahang akibat adanya kerusakan yang disebabkan oleh beberapa hal. Menurut ahli, sakit gigi adalah salah satu gejala ringan dari penyakit jantung dan stroke. Oleh karena itu, Anda harus sedikit waspada jika sekarang mengalami masalah ini.

Sabtu, 02 Juli 2016

Maju Lagi, Sarjani Gandeng Iriawan


SIGLI - Bupati Pidie, H Sarjani Abdullah, menyatakan akan kembali maju sebagai bakal calon bupati pada Pilkada 2017 mendatang. Untuk bakal calon wakil, ia juga akan tetap menggandeng wakilnya saat ini, M Iriawan SE.

Pernyataan tersebut awalnya disampaikan Sarjani dalam pidatonya saat membuka Sosialisasi Peraturan Bupati Pidie Tentang Pelaksanan Undang-Undang Desa di GOR Alun-Alun Sigli, Selasa (1/3). Hal yang sama juga ia sampaikan saat dicegat wartawan seusai acara.

“Saya dengan Pak Iriawan pasangan yang tidak bisa dipisahkan, kecuali Allah SWT berkehendak lain. Makanya kami akan maju kembali satu paket sebagai cabup dan cawabup Pidie pada Pilkada 2017,” kata Sarjani Abdullah kepada wartawan di halaman depan GOR Alun-Alun Sigli.


Keputusan ini bukan berasal dari dirinya seorang, tetapi hasil kesepakatan dengan Iriawan. Ia masih ingin membangun Kabupaten Pidie mengingat masih banyak pekerjaan yang belum sempat diselesaikan di masa-masa berakhirnya masa jabatan mereka berdua.


“Kami berdua tidak ada masalah untuk maju. Alhamdulillah kami akan melanjutkan Pemerintahan Pidie sesuai yang telah kami sepakati. Kalau kami berdua tidak bisa dipisahkan,” kata Sarjani mengulang kembali pernyataanya saat ditanya mengenai alasan meminang M Iriawan sebagai cawabup.


Ditanya tentang jadwal deklarasi, Sarjani menilai bahwa masih terlalu awal untuk melakukan deklarasi sebagai cabup dan cawabup. “Kita hanya menunggu waktu yang tepat untuk melakukan deklarasi. Insya Allah kita akan pilih waktu yang tepat,” ujar Sarjani.


Saat ini, dia mengaku masih membangun komunikasi politik dengan partai lain. Salah satu partai juga sudah memastikan dukungan terhadap dirinya, namun Sarjani enggan menyebut nama partai tersebut.

“Saya tidak bisa menyebutkan partai tersebut. Informasi yang saya terima, dari partai lain belum ada nama calon bupati yang maju. Tapi itu untuk saat ini ya! Kedepan saya tidak mengetahuinya,” tambah Ketua DPW Partai Aceh (PA) Pidie ini. 


Seperti diketahui, Sarjani Abdullah dan M Iriawan merupakan Bupati dan Wakil Bupati Pidie incumbent. Mereka terpilih pilkada 2012 lalu dengan nomor urut lima dari delapan pasangan cabup dan cawabup yang bertarung saat itu.

Teungku Chik di Tiro

Salah satu daerah di Indonesia yang mengangkat senjata untuk merebut kemerdekaan dari penjajah adalah Aceh. Orang Aceh, baik pria maupun wanita, pada umumnya tergerak hatinya dengan ikhlas untuk bertempur maju ke medan perang. Mereka bersedia mati syahid untuk membela cita-cita nasional, dan demi tegaknya agama dan bangsa. Salah satu pahlawan nasional yang berasal dari Aceh adalah Tgk Chik Di Tiro. Ulama ini diangkat sebagai pahlawan nasional dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 087/TK/Tahun 1973 tertanggal 6 November 1973.
Perang Kolonial Belanda di Aceh
Aceh yang merupakan propinsi yang paling ujung letaknya, di sebelah utara pulau Sumatra, bagian paling barat dan paling barat dan paling utara dari Kepulauan Indonesia. Secara astronomis, Aceh ini terletak di antara 950 13′ dan 980 17′ BT dan 20 8′ dan 50 40′ LU2 (JMBRAS, 1879: 129). Daerah ini mencakup daerah seluas 55.390 Km. Dengandemikian, secara geografis, Aceh mempunyai letak yang sangat strategis. Daerah ini terletak di tepi Selat Malaka. Karena letaknya di tepi Selat Malaka, maka daerah ini pentingpula dilihat dari sudut lalu lintas internasionai sehingga merupakan pintu gerbang sebelahbarat kepulauan Indonesia. Sejak zaman Neolithikum, Selat Malaka merupakan terusan penting dalam migrasi bangsa di Asia, gerak ekspansi kebudayaan India dan sebagai jalanniaga dunia selat Malaka adalah jalan penghubung antara dua pusat kebudayaan Cina dan India. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila wilayah sekitar Selat Malaka selalu mempunyai peranan penting sepanjang gerak sejarah Indonesia. Muncul dan berkembangnya kerajaan di sekitar wilayah ini tidak mungkin kita pisahkan dari letak geografisnya yang sangat strategis tersebut.
Karena keadaan geografis yang strategis ini membawa dampak Aceh banyak didatangi oleh berbagai bangsa asing dengan berbagai macam motif dan kepentingan, baik budaya, politis, maupun ekonomis. Dengan berbagai motif dan kepentingan tersebut akan dapat membawa dampak positif dan negatif pula bagi perkembangan sejarah Aceh itu sendiri. Di antara bangsa asing (Barat) terdapat bangsa yang bermaksud menancapkan kuku kekuasaannya di bumi Aceh, sehingga timbullah reaksi yang berupa perlawananperlawanan terhadap bangsa asing yang melakukan tindakan tersebut. Salah satu bangsa asing pertama yang menghadapi perlawanan rakyat Aceh adalah Portugis. Sejak Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511 Aceh merasa kedudukannya terancam. Karenanya Aceh mencoba melawan dan mengusir Portugis dari Malaka. Konflik Aceh-Portugis ini berlangsung sepanjang abad XVI hingga akhir perempatan abad XVIl. Serangan terhadap kedudukan Portugis berulang kali dilakukan, yang pertama pada tahun 1537 dan yang terakhir pada tahun 1568. Pada serangan terakhir itu, Aceh telah menggunakan kekuatan yang terdiri atas 15.000 orang Aceh, 400 orang Turki, disertai pula dengan 200 buah meriam besar dan kecil (Djajadiningrat, 1961: 65). Bangsa Asing lain yang berusaha menancapkan kuku kekuasaannya di bumi Aceh adalah Belanda.
 Rintisan permakluman perang Aceh oleh Belanda diumumkan oleh komisaris pemerintah yang merangkap Wakil Presiden Dewan Hindia Belanda F.N. Nieuwenhuijn, diawali dengan penandatanganan Traktat Sumatra antara Belanda dan Inggris dalam tahun 1871, yang antara lain “memberi kebebasan kepada Belanda untukmemperluas kekuasaannya di Pulau Sumatra” sehingga tidak ada kewajiban lagi bagi Belanda untuk menghormati hak dan kedaulatan Aceh yang sebelumnya telah diakui, baik oleh Belanda maupun lnggris seperti yang tercantum di dalam Traktat London yang ditandatangani pada tahun 1824. Pada hari Rabu tanggal 26 Maret 1873 dari geladak kapal perang Citadel Van Antwerpen – yang berlabuh di antara pulau Sabang dengan daratan Aceh – Belanda memaklumkan perang kepada Aceh. Mulai saat itu, Aceh tertimpa malapetaka dan Belanda sendiri menghadapi suatu peperangan yang paling dahsyat, terbesar, dan terlama semenjak kehadirannya di Nusantara. Namun demikian, permakluman perang tersebut tidak serta merta diikuti dengan kegiatan fisik militer karena Belanda masih menunggu terhimpunnya kekuatan perangnya yang sedang bergerak menuju Aceh dan kapal-kapal perang Belanda yang telah tiba di Aceh terus melakukan pengintaian dan provokasi di perairan Aceh. Selain itu, Belanda mengirim surat kepada Sultan yang meminta agar ia mengakui kedaulatan Belanda. Dinyatakan pula bahwa Aceh telah melanggar pasal-pasal perjanjian pada tahun 1857.
Batas waktu yang diberikan 1 x 24 jam oleh Belanda kepada Sultan Aceh menunjukkan bahwa Belanda benar-benar akan menyerang. Jawaban yang diberikan Sultan jauh dari memuaskan bahkan ditegaskan bahwa di dunia tidak seorang pun yang berdaulat kecuali Allah semata. (Said, 1961 : 397) Dihadapkan dengan kenyataan perang yang akan segera meletus, maka Aceh melakukan mobilisasi, baik di sekitar pantai yang berhadapan langsung dengan armada Belanda seperti di sekitar Ule Lheue. Pantai Ceureumen, Kuta Meugat, Kuala Aceh maupun di tempat strategis lainnya serta pusat-pusat kekuatan di Mesjid Raya, Peunayong, Meuraksa, Lam Paseh, Lam Jabat, Raja Umong, Punje, Seutuy, dan di sekitar Dalam (Kraton Sultan).
Akhirnya, tindak lanjut dari permakluman perang Belanda kepada Aceh menjadi kenyataan. Pada tanggal 6 April 1873 dengan kekuatan 3.200 prajurit dan 168 perwira yang dipimpin J.H.R. Kohler, Belanda mendaratkan pasukannya di Pantai Ceureumen (Sofyan, 1990 : 26). Dengan demikian, terlihatlah nyata niat jahat Belanda untuk menancapkan kekuasaannya di bumi Aceh. Suatu perang kolonial resmi telah dikibarkan oleh pihak Belanda. Perang ini kemudian dikenal oleh masyarakat Aceh sebagai “Perang Belanda atau Perang Kaphe Ulanda”, yang oleh Belanda dikenal dengan “Perang Aceh”.
Kemudian, pantai Ceureumen pun menjadi lautan darah. Banyak anggota pasukan Belanda dan rakyat Aceh yang gugur. Menurut catatan para pejuang Aceh yang gugur diperkirakan 900 orang (Reid, 1969: 21-35). Walaupun demikian, penyerangan pertama Belanda ini dianggap gagal karena serangan ini tidak berhasil menundukkan Aceh. Di samping kuatnya perlawanan, kurangnya informasi tentang Aceh serta keadaan musim yang tidak menguntungkan menjadi sebab serangan pertama Belanda ini gagal. J. H. R. Kohler sebagai panglima perang pun tewas tertembak oleh seorang anggota pasukan Aceh di dekat Masjid Raya. Belanda tidak dapat menguasai kraton. Mereka dipukul mundur dengan menderita kekalahan berat, 45 orang tewas termasuk 8 opsirnya serta 405 orang luka-luka diantaranya 23 opsir. Pada tanggal 29 April 1873 pasukan Belanda ditarik kembali ke Batavia (Sofyan, 1990: 85).
Hal ini menunjukkan bahwa Belanda tidak tahu kondisi Aceh secara menyeluruh. Semula Belanda menduga Aceh dapat ditaklukkan dengan mudah seperti daerah-daerah lain di Indonesia. Menurut Belanda pada saat itu Aceh berada dalam masa kemunduran apabila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, baik dari segi politik maupun segi ekonomi. Tentang ini Kraijnhoof, misalnya, menyimpulkan bahwa situasi pemerintahan kesultanan Aceh lemah dan perlengkapan militer tidak berarti dibandingkan dengan Belanda. Oleh karena itu, Belanda berani menyerang Aceh. Namun kenyataanya perang Belanda di Aceh tidak hanya mencakup masalah ekonomi dan politik, tetapi ada segi-segi lain yang tidak diperhitungkan oleh Belanda, sehingga Belanda menelan kekalahan (Ahmad, dkk, 1993: 4).
Kegagalan ekspansi pertama ini menyebabkan pemerintah Belanda melipatgandakan pasukannya untuk menundukkan Aceh. Untuk itu, Pemerintah Hindia Belanda memanggil seorang pensiunan jenderal, J. Van Swieten. la diangkat sebagai panglima perang pada agresi kedua ini dengan kekuatan 249 perwira dan 6.950 tentara (Sofyan, 1990: 28). Dipundaknya terdapat tugas berat untuk menyerang dan merebut Aceh dan kepadanya juga diberi wewenang mengadakan perjanjian dengan sultan. Selain menjadi panglima perang, la diangkat pula sebagai Komisaris Pemerintah Hindia Belanda di Aceh. Dalam agresi kedua ini Belanda berhasil menduduki istana dan mesjid raya pada tanggal 24 Januari 1874. Namun Belanda tidak berhasil menangkap Sultan beserta keluarganya. Sementara itu, Sultan beserta keluarganya dan pengikutnya sudah lebih dulu menyingkir ke Longbata pada tanggal 15 Januari 1874 sehingga usaha Van Swieten untuk menangkap Sultan menemui kegagalan. Di tempat baru ini Sultan mendirikan markas pertahanannya. Bersama-sama dengan Panglima Polem dan para pengikutnya yang lain, sultan bertekad untuk meneruskan perjuangan melawan Belanda. Namun nasib buruk tidak dapat dihindari Sultan Mahmud Syah, ia diserang wabah kolera dan mangkat pada tanggal 29 Januari 1874 di Pagar Ayer dan dimakamkan di Cot Bada (Pusponegoro, dkk, 1992: 249). Sebagai penggantinya diangkatlah Sultan Muhammad Daud yang masih kecil sebagai Sultan Aceh.
Sejak itulah pemerintah Belanda dengan bermacam-macam siasat politiknya berusaha menaklukkan seluruh Aceh seperti yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Pembesar kerajaan. panglima dan rakyat Aceh yang masih mencintai kemerdekaan mengungsi ke pedalaman dan mengadakan perlawanan. Pada waktu Seulimum jatuh pada tahun 1879 dapat dikatakan seluruh Aceh Tiga Sagi berada dalam kekuasaan Belanda dan pemerintahan sipil pun berjalan dengan lancar (Jakub, 1952: 21). Kaum pejuang mundur ke daerah yang masih merdeka. Sultan Muhammad Daud yang masih kecil itu serta pengiringnya mengungsi ke pedalaman di Keumala, daerah Pidie, sedangkan rakyat pejuang mundur ke Gunung Biram Lamtamot, di kaki Gunung Seulawah. Mereka tidak mau menyerah, biar mati dalam hutan, asal jangan ditangkap musuh. Namun perlawanan secara teratur tidak ada lagi.
Kaum pejuang yang berada di kaki Gunung Selawah tersebut lama-kelamaan tidak sabar dan menderita terus-menerus dalam hutan menahan gigitan nyamuk Malaria dan kekurangan makanan. Oleh karena itu, muncullah kemudian dua golongan di kalangan kaum pejuang tersebut, ada yang terpaksa menyerah pulang ke kampung halaman karena tidak tahan  menderita lebih lama. Ada pula yang mendaki Seulawah menuju daerah Pidie mencari batuan untuk meneruskan perjuangan. Pada awal tahun 1881, mereka tiba di Tiro menjumpai Tgk  Chik Muhammad AminDayah Tjut, seorang ulama Tiro yang mempunyai pengaruh besar. Dua kali diadakan musyawarah antara pemimpin-pemimpin dan ulama-ulama seluruh Pidie. Keputusannya diangkatlah Tgk Sjech Saman, yang terkenal kemudian dengan Tgk Chik Di Tiro, menjadi panglima perang untuk merebut kembali tanah air yang telah jatuh ke tangan musuh.
Dengan demikian, dalam kondisi yang amat genting di mana kraton, mesjid raya, wilayah lainnya dikuasai Belanda serta semangat pejuang yang mulai menurun amatlah tepat kalau kemudian muncul kepemimpinan Tgk Sjech Muhammad Saman. Dia seorang pejuang yang mendengungkan perang di jalan Allah, Perang Sabil. Siapa pun yang mati di medan perang, maka disebut mati syahid, surgalah ganjarannya. Pada akhirnya, perang dikumandangkan menyebar ke seluruh wilayah Aceh. Seluruh lapisan masyarakat bahumembahu mengangkat senjata untuk mengusir Belanda dari bumi Aceh.
Masa Kecil-Remaja
Muhamad Saman yang kemudian terkenal dengan nama Tgk Chik Di Tiro, adalah putra dari Tengku Sjech Abdullah, anak Tgk Sjech Ubaidillah dari kampung Garot negeri Samaindra, Sigli. Ibunya bernama Siti Aisyah, putri dari Tgk Sjech Abdussalam Muda Tiro anak Leube Polem Tjot Rheum, kakak dari Tgk Chik Muhammad Amin Dajah Tjut. Ia lahir pada tahun 1836 Masehi, bertepatan dengan 1251 Hijriah di Dajah Krueng kenegerian Tjombok Lamlo (Kota Bakti) (Zentgraff, 1982: 29). Teungku Chik Di Tiro mempunyai lima orang putra yaitu Tgk Mat Amin, Tgk Mahidin, Tgk di Tungkob, Tgk di Buket (Tgk Muhammad Ali Zainulabidin), dan Tgk Lambada. Teungku Chik Di Tiro semasa kecilnya hidup dalam masyarakat kaum agama dan bergaul dengan ayahnya yang mengajar bermacam-macam ilmu di Garot. Setelah berusia 15 tahun la pindah belajar pada pamannya Tgk Chik Dayah Tjut di Tiro dalam bermacammacam ilmu. Kemudian, la pindah belajar pada Tgk Muhammad Arsyad (Tgk Chik di Jan di Ie Leubeu). Setelah itu, ia menuntut ilmu lagi pada Tgk Abdullah Dajah Meunasah Blang. Akhirnya, ia belajar pada Tgk Chik Tanjung Bungong di Tanjung Bungong. Namun Tgk Chik Di Tiro belum puas terhadap ilmu yang didapatnya selama ini. Oleh karena itu, ia kemudian pergi ke Lam Krak, Aceh Besar untuk memperluas wawasan dan pandangannya.
Setelah dua tahun berada di sana, ia pulang kembali ke Tiro dan mengajar bersama pamannya Tgk Dayah Tjut. Dengan kedatangan Muhammad Saman di Tiro dan mengajar di pesantren tersebut menyebabkan pesantren menjadi semakin terkenal di kalangan masyarakat Aceh. Setelah beberapa tahun di Tiro hatinya tergerak untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam lagi ilmu agama serta menambah wawasannya di Mekkah. Sebelum keberangkatannya ke Mekkah ia minta restu pada pamannya yang sekaligus gurunya Tgk Dayah TJut di Lam Krak. Selama di Lam Krak Tgk Chik Di Tiro sempat berjuang melawan Belanda karena ia diajak oleh kawan-kawannya. Oleh karena ada surat dari parnannya agar ia pulang ke Tiro dan segera menunaikan ibadah haji, maka Tgk Chik Di Tiro meninggalkan ternan-teman seperjuangannya dan pergi menunaikan ibadah haji. Di Mekkah seIain menunaikan haji, Tgk Chik Di Tiro juga mempergunakan waktunya untuk menjumpai pemimpin-pemimpin Islam yang ada di sana. Dari mereka, Tgk Chik Di Tiro tahu tentang perjuangan para pemimpin tersebut dalam berjuang melawan imprialisme dan kolonialisme. Selain itu, ia juga bertemu dengan pejuang Islam lainnya yang berasal dari Jawa, Sumatra, Kalimantan dan pulau-pulau lain di Indonesia. Dari hasil pendidikan agama dan pengalaman selama berada di Mekkah dan ikut perjuangan di Lam Krak itulah tertanam di dalam jiwanya yang berakar dalam dan teguh. Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Tgk Chik Di Tiro sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikannya dalam kehidupan nyata. Tgk Chik Di Tiro menerima penunjukkan menjadi panglima perang oleh rakyat dan para ulama.
Masa Perjuangannya
Ketika awal pertama kali Tgk Chik Di Tiro berjuang, ia tidak mernpunyai apa-apa. Tanggapan terhadap perjuangannya pun ada yang bersikap sinis kepadanya. Teungku Chik Di Tiro bukan keturunan panglima, ia hanya seorang haji dan ulama. Menghadapi sikap sinis sebagian orang tersebut, Tgk Chik Di Tiro menerima dengan sabar. Hal tersebut malah menjadikan sebuah tantangan yang harus ditaklukkan. Usaha pertama yang dilakukannya adalah membangkitkan semangat para pejuang dan mengumpulkan para pejuang dalam satu kesatuan yang kokoh yang tidak dapat dipecah belah. Untuk itu, iamengadakan perjalanan keliling Aceh. Pada setiap kesempatan la singgah di suatu tempat, ia mengadakan ceramah di masjid atau mengadakan kenduri. Pada kesempatan itu ia pergunakan untuk menyebarluaskan ajarannya mengenai perang Sabil, menyadarkan orang-orang untuk memerangi kaum kafir, berjuang di jalan yang diridhoi oleh Allah, serta untuk memperoleh segala informasi dari mereka yang hadir.
Selain itu, ia juga mengirim surat kepada para uleebalang dan keuchik yang tidak dapat dihubungi secara lisan yang berisi panggilan suci kepada mereka untuk berjuang di jalan Allah, baik kepada mereka yang telah mengakul kedaulatan dan memihak kepada Belanda maupun kepada mereka yang karena suatu hal kembali lagi ke kampung halaman. Seruan tersebut ditujukan kepada imam-imam negeri, Teungku-teungku, keuchik,panglima dan akhirnya kepada semua kaum muslimin dan terutama juga untuk Teuku Nek Meuraxa, Tengku Panglima Masjid Raya dan Teuku Malikul Adil. Seruan yang berisi ajakan Perang Sabil ini diperkuat lagi dengan Hikayat Perang Sabil. Idiologi Perang Sabii ini muncul sejak abad XVII dihidupkan kembali melaluiHikayat Perang Sabil pada pertengahan kedua abad XIX ketika negeri ini dilanda serangan kaum kafir sehingga banyak rakyat umum tertarik kepada gerakan Perang sabil yang didengungkan oleh Tgk Chik Di Tiro. Seruan Perang Sabil yang dikumandangkan oleh Tgk Chik Di Tiro mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan, baik kaum ulama maupun panglima. Dengan adanya bantuan tersebut, Tgk Chik Di Tiro semakin kuat dan siap menghadapi Belanda. Hasil usaha menghimpun kekuatan tidak lah sia-sia. Ulama ini berhasil menghimpun kekuatan sebanyak 6000 orang pasukan (sofyan, 1990: 36).
Gerakan angkatan Perang Sabil Tgk Chik Di Tiro mulai menampakkan pengaruhnya. Pemerintah Hindia Belanda di Aceh pun mulai mendengar gerakan perang ini. Namun mereka belum tahu siapa sebenarnya Tgk Chik Di Tiro. Gubernur Van der Heyden menyebut keadaan Aceh dalam sebuah laporannya sebagai berikut “Suasana Aceh sekarang seperti api dalam sekam ….” (Sofyan, 1990 : 49). Setelah persiapan dirasa cukup, maka segera diambil langkah pertama yaitu memutuskan hubungan antar benteng Belanda Pasukan Perang Sabil memotong kawat telepon antar benteng agar mereka tidak dapat saling berhubungan. Sebagai markas besar, Tgk Chik Di Tiro membangun sebuah benteng yang kuat di Mureu. Lokasi benteng ini mempunyai letak yang sangat strategis yaitu terletak di tepi Krueng Inong.
Kemudian, serangan terbuka dilaksanakan dengan menyerang kedudukan bentengbenteng Belanda di Krueng Jreu, Gle Kameng, dan Indrapuri. Ketiga benteng tersebut diserang habis-habisan oleh pasukan Perang Sabil. Akhirnya ketiga benteng tersebut dapat direbut oleh pasukan Perang Sabil pada tahun 1881. Belanda dapat dipukul mundur dari ketiga benteng tersebut dan akhirnya memperkuat benteng-benteng di Lambaro, Aneuk Galong, dan Samahani. Selama kurun waktu 1882-1883 terjadi pertempuran yang dahsyat antara kedua pihak. Pasukan Tgk Chik Di Tiro mengalami banyak kemajuan. Beberapa benteng dapat direbutnya dari Belanda seperti benteng di Krueng Raja dan Kadju. Karena kuatnya tekanan pasukan Tgk Chik Di Tiro, maka akhirnya Belanda pun menarik diri dari salah satu benteng terkuatnya selama ini di Aneuk Galong dan mundur ke Lambaro dan Keutapang dua. Untuk mempertahankan diri Belanda membuat garis konsentrasi yang terbentang dari Kuta Pohama ke Keutapang Dua. Tgk Chik Di Tiro berusaha merebutnya dari arah laut, tetapi belum berhasil.
Pada 5 Maret 1883 Gubemur Van Der Hoeven memberitahukan kepada pemerintah pusat di Jawa tentang kondisi Aceh tersebut. Namun kemudian gubernur ini malah diganti oleh P.F Laging Tobias pada 16 Maret 1883. Pada masa pemerintahannya Belanda menghadapi masalah yang berat sampai pada ia mengeluarkan laporan yang mengatakan bahwa Belanda di Aceh hampir putus asa (Sofyan, 1990: 57). Pada masa itu, Tgk Chik Di Tiro sempat pula menyerang Kutaraja, walaupun tidak berhasil merebutnya. Seorang controulerBelanda J.P. Van der Lith menemui ajalnya sedangkan Panglima Pang Nyak Hasan dari pihak Aceh tewas (Sofyan, 1990: 35). Melihat Belanda hampir jatuh, Tgk Chik Di Tiro memberi ultimatum kepada Belanda dengan mengirim surat kepada Asisten Residen Van Langen pada tahun 1885 untuk mengadakan perdamaian. Tgk Chik Di Tiro bersedia berdamai dengan Belanda apabila Belanda bersedia memeluk agama Islam. Namun surat ini tidak mendapat reaksi apa-apa dari pihak Belanda. Selama tiga tahun, surat perdamaian yang diajukan oleh Tgk Chik Di Tiro tidak berbalas. Pada Mei 1888, ia mengirim surat lagi dengan nada yang sama kepada pihak Belanda. Namun kali ini pun usaha Tgk Chik Di Tiro mengajak Belanda untuk berdamai dengan mengajak mereka masuk Islam tidak berhasil. Demikian pula usaha Belanda mengajak ulama ini berdamai dan bersedia berdiam di Kutaraja tidak berhasil. Akhirnya Tgk Chik Di Tiro pun setelah itu tidak pernah lagi mengajak berdamai kepada Belanda. Sejak kegagalan Tgk Chik Di Tiro mengajak damai dengan Belanda telah berlangsung pertempuran di berbagai tempat seperti di sekeliling Kota Tuanku dan Peukan Krueng Tjut. Dari pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di berbagai tempat tidak tahu berapa kerugian yang jatuh di pihak Belanda, tidak ada angka pasti. Selama Gubernur Van Teijn berkuasa Belanda mempergunakan strategi “Wait and See” yaitu menunggu sampai keadaan berubah. Kenyataannya strategi yang diterapkan Belanda ini hasilnya jauh dari yang diharapkan. Belanda sering terpukul mundur pada banyak pertempuran. Akhirnya, untuk mengimbangi pasukarr Aceh Belanda membentuk satu korps tentara baru yang disebut Korps Marsose di bawah pimpinan J. Notten pada tanggal 2 April 1890.
Walaupun Belanda membentuk korps MarsosTgk Chik Di Tiro terus bertempur melawan Belanda tidak kurang dahsyatnya dibanding tahun-tahun sebelumnya. Semangat pasukan pun tidak pernah pupus menghadapi Belanda. Selama tahun 1890 Tgk Muhammad Amin putera Tgk Chik Di Tiro yang tertua sudah ikut memimpin pasukan. Beberapa kali ia mendapat luka dan terpaksa diangkut ke Aneuk Galong.
Akhir Perjuangannya
Mengetahui bahwa jiwa Perang Sabil terdapat pada Tgk Chik Di Tiro, maka Belanda berusaha membunuh ulama ini. Belanda kembali mempergunakan siasat adu domba di mana salah seorang bangsawan yang berambisi menjadi panglima sagi diperalat untuk membunuh ulama tersebut. Tgk Chik Di Tiro diundang ke Tui Seilemeung dan di dalam benteng itu ulama ini diberi makanan beracun. Tgk Chik Di Tiro kemudian jatuh sakit. Pada tanggal 25 Januari 1891 ulama ini wafat di Aneuk Galong. Perjuangannya diteruskan oleh anak-anaknya yang lain. Dapat dikatakan tidak satupun diantara anak-anaknya yang tidak terlibat di dalam perang melawan Belanda. Kebesaran dan pengaruh keluarga ini dapat digambarkan seperti yang dikatakan oleh Zentgraaf (1982) sebagai berikut. “Tak ada satu keluarga Acehpun yang waktu itu, yang begitu besar dalam Perang Aceh, selain keluarga ulama Tiro, dan tidak pula ada keluarga Aceh lainnya, yang meneruskan Perjuangan sampai kepada titik darah penghabisan, selain keluarga itu. Keluarga inilah dalam peperangan itu, merupakan sasaran operasi penyerangan bala tentara kita, yang merupakan bahagian yang paling mengesankan dalam sejarah perang Aceh dan dapat menjadi sumber cerita-cerita kepahlawanan”
.

Pria kelahiran, Sigli, Kabupaten Pidie, Aceh: Muzammil Hasballah, imam salat di video yang di Tonton 270 ribu kali di YouTube

Beberapa waktu lalu, publik digital dibuat terpana oleh sebuah video yang menampilkan seorang imam bersuara selembut sutra di Kota Bandung. Ribuan decak kagum dan pujian pun dilayangkan kepadanya.
Belum puas mengungkapkan rasa takjub, netizen dibuat kaget oleh fakta bahwa sang imam—terutama di Masjid Salman—masih berusia 23 tahun dan baru saja menyelesaikan studinya di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dialah, Muzammil Hasballah, imam salat di video yang sudah dilihat lebih dari 270 ribu kali di YouTube. Muzammil mengaku tak menyangka apresiasi netizen akan sebesar sekarang terhadap video yang ia unggah lewat akun pribadinya.
Pria kelahiran Sigli, Nanggroe Aceh Darussalam ini sebenarnya sudah mulai mengunggah video dirinya menjadi imam salat sejak 2012. Namun, baru pada awal 2016 lalu, video unggahannya menggemparkan jagat maya.
Awalnya, ia hanya mengunggah video-video tersebut untuk berdakwah (mengajak pada kebenaran), memberi inspirasi, dan motivasi kepada semua orang agar lebih rajin beribadah.
“Saya terinspirasi dari syekh-syekh idola saya, mereka menyebar motivasi dan inspirasi untuk orang lain. Saya melakukan hal yang sama biar orang-orang bisa termotivasi lewat saya juga,” ucap Muzammil saat CNN Indonesia.com menemuinya di Masjid Al-Lathiif, Cihapit, Bandung pada Senin (7/6) malam.
Muzammil mengaku kehidupannya sedikit berubah setelah suara emasnya mulai dikenal seluruh penjuru negeri berkat video tersebut. Ia kini lebih sering mendapat kepercayaan untuk menjadi imam ataupun pengisi acara di berbagai perhelatan bertema keagamaan. Permintaan wawancara dari media massa pun berdatangan. Ia pun kini harus rela melayani permintaan berswafoto dari orang-orang yang ia temui di jalan. 
Selain itu, berbagai produk bernuansa Islami kini juga banyak yang mengajaknya bekerja sama. Mulai dari biro perjalanan haji dan umrah, sampai ke lini busana muslim sudah melayangkan tawaran kepada Muzammil untuk menjadi model iklan. Namun tak semua permintaan itu diterima oleh pria yang sedari kecil sudah ditempa dengan pendidikan Alquran ini.
Lulusan Teknik Arsitektur ITB ini mengatakan, ia hanya menerima tawaran iklan yang sesuai dengan visi berdakwahnya. Ia memiliki visi untuk mengajak kaum muda yang menurutnya cenderung masih jauh dari agama. Ia tak ingin dengan menerima sebuah tawaran iklan, akan menjauhkannya dari target dakwahnya.
Alasan itu pula yang membuatnya selalu berpakaian ala anak muda zaman sekarang. Kemeja flanel, topi kupluk, syal, dan celana jeans jadi busana “wajib” bagi seorang Muzammil Hasballah kala melakoni perannya sebagai imam salat ataupun pengisi acara bertema keagamaan. Ia ingin menjadi anak muda selayaknya agar dakwahnya juga dapat diterima kalangan sebaya.
“Coba bayangkan kalau anak muda ke masjid, lalu imamnya berjubah, pakai baju koko, pakai gamis, pakai peci,” tukasnya. Ia melanjutkan, “Tapi ketika saya (sebagai imam) bergaya seperti mereka, mereka akan merasa nyaman di masjid.”

Selain sebagai penunjang visi berdakwahnya, Muzammil mengaku menikmati gaya hidup seperti anak muda lainnya. Di tengah kesibukan sebagai arsitek dan imam salat, ia masih sering hangoutbersama sahabat-sahabatnya, seperti yang bisa dilihat di akun Instagram pribadinya, @muzammilhb. Mulai dari nongkrong di kafe, menonton film, ataupun bermain skateboard.
Lantunan ayat suci Alquran begitu fasih dibacakannya. Pun langgamnya, begitu indah dengan suaranya yang merdu. Sosoknya yang sederhana, membuat siapa pun begitu terkesima melihat pemuda asal Aceh ini. 

Pria bernama lengkap Muzammil Hasballah atau yang akrab disapa Muzammil ini mencuat namanya di dunia maya, tatkala belum lama ini ia mengunggah video saat menjadi imam salat berjamaah di YouTube. 
Tak ayal, mereka yang tak mengerti arti bacaannya pun, begitu terpesona oleh kefasihannya dalam membacakan ayat per ayat kitab suci umat islam tersebut.
Seperti umumnya, Muzammil adalah pria muda dengan segudang aktivitas. Lulusan Fakultas Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) ini pun mengaku bahwa belum lama ini ia sengaja mengunggah video ibadah salatnya ke YouTube. Tak ada niat lain, selain menyiarkan agama Islam. 
Meski ada beberapa komentar miring mengenai aksinya tersebut, tetapi ditanggapinya dengan begitu santai.
"Saya melakukannya bukan karena iseng. Sudah sekitar lima video bacaan salat yang saya unggah selama dua bulan belakangan ini, itu saya lakukan semata-mata untuk syiar agama saja. Tidak ada niatan lain," ujarnya.
Lagi pula, lanjut Muzammil, yang dia rekam itu adalah ibadah wajib. 
"Ibadah wajib tentu sangat dianjurkan untuk disebarkan. Memang ada istilah rahasiakan amalmu sebagaimana kau merahasiakan aibmu. Tapi itu kan berlaku untuk amalan sunnah. Sedangkan salat adalah ibadah wajib, dan saya mengajak untuk melakukan hal itu," terangnya, semringah.
Pria kelahiran, Sigli, Kabupaten Pidie, Aceh ini menuturkan, sejak kecil memang tertarik dalam mempelajari ilmu langgam Alquran. Di Aceh, ia kerap mendengarkan audio pembacaan Alquran di masjid sebelum waktu salat. 

Hal itu sering ditirunya secara terus menerus. Baru ketika kelas 5 SD, ia pun mempelajari langgam Alquran secara serius. Hal itu bukan tanpa alasan. Dia mewakili sekolahnya untuk mengikuti Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Anak-Anak di Aceh, mulai sejak itu ia mengikuti privat langgam Alquran.
Tidak berhenti di situ, ia pun melanjutkan keseriusannya mempelajari langgam Alquran di tingkat SMP. Sejak SMP ia mulai masuk sekolah umum. Meski demikian, ia tetap mondok di sebuah rumah Alquran untuk menghafal Alquran dan mempelajari langgam Alquran secara lebih dalam.
"Kegiatan saya kala itu seperti anak pada umumnya saja. Sejak pagi hingga sore hari, saya sekolah seperti biasa. Seusai itu saya mempelajari langgam quran dan menyetor hafalan surat quran pada malam dan seusai salat subuh. Begitu seterusnya hingga lulus SMP. Baru saat memasuki SMA, saya pindah, dari Sigli menuju Banda Aceh," ujarnya.


Di Banda Aceh, ia masuk sekolah boarding school. Meski demikian, kecintaannya terhadap Alquran tidak berhenti di situ. Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang siswa di sekolah umum yang mempelajari pengetahuan umum, Muzammil tetap teguh mempelajari apa yang sudah menjadi hobinya tersebut.

Sumber: 
SERAMBINEWS.COM
SINDONEWS.COM